Khidmat Bukan Kontes: Menemukan Totalitas Juang Kader Nahdliyin
Khidmat Bukan Kontes: Menemukan Totalitas Juang Kader Nahdliyin
Oleh: Pimpinan Redaksi
Di dalam samudra khidmat Nahdlatul Ulama yang terbentang luas ini, kita adalah para pengabdi. Kita adalah kader-kader yang telah mewakafkan sebagian hidup kita untuk meneruskan perjuangan para Muassis (pendiri Nahdlatul Ulama').
Namun, di tengah lautan luas itu, seringkali kita—sebagai individu atau sebagai organisasi kecil—merasa teramat kecil.
Seorang pengurus Ranting di pelosok gunung melihat megahnya acara PBNU di ibu kota. Seorang kader IPNU di desa membandingkan program sederhananya dengan Konferensi Wilayah yang dihadiri ribuan orang. Seorang anggota Fatayat yang mengajar TPQ di musholla memandang kagum pada panggung-panggung besar para tokoh nasional.
Lalu, kita pun bertanya, "Bisakah saya, yang sekecil ini, menjadi yang terbaik?"
Ini adalah pertanyaan yang salah. Ini adalah perlombaan yang diciptakan oleh ego, bukan oleh panggilan khidmat.
Mentalitas Juara vs. Mentalitas Pejuang
Mari kita luruskan niat kita bersama. Obsesi untuk menjadi "yang terbaik" seringkali adalah racun. Ia melahirkan hasad (iri hati), ia membuat kita fokus pada tepuk tangan manusia, dan yang terburuk, ia melumpuhkan kita. Kita jadi takut melangkah karena merasa "belum cukup" hebat, belum cukup besar, belum cukup sempurna.
Kita lupa pada sebuah kebenaran fundamental:
Kita tidak akan pernah bisa menjadi yang terbaik, tapi kita selalu bisa belajar untuk memberikan yang terbaik.
Mentalitas "juara" hanya peduli pada piala. Mentalitas "pejuang"mentalitas Kader NU hanya peduli pada proses dan totalitas.
Tugas kita bukanlah menjadi kader paling populer, pengurus paling terkenal, atau Banom paling viral. Tugas kita adalah memastikan bahwa apa pun yang kita kerjakan hari ini—sekecil apa pun itu—kita kerjakan dengan totalitas tertinggi dan keikhlasan terdalam.
Kita tidak sedang berlomba untuk menjadi yang nomor satu di mata manusia. Kita sedang berlomba untuk meraih ridha Allah SWT dan para Kiai.
Mbah Hasyim Asy'ari mendirikan NU bukan untuk menjadi organisasi terbesar di dunia. Beliau mendirikannya sebagai wadah untuk melayani (khidmat) agama dan umat. Fokusnya adalah "memberikan yang terbaik" yang beliau bisa, dengan ilmu dan jaringan yang beliau miliki saat itu.
Maka, berhentilah membandingkan. Mulailah bergerak.
Tidak penting seberapa besar panggungmu. Yang penting adalah seberapa besar totalitasmu di atas panggung itu. Di situlah letak kemuliaan seorang kader.

Posting Komentar untuk "Khidmat Bukan Kontes: Menemukan Totalitas Juang Kader Nahdliyin"
Posting Komentar