Dua Sayap Kepemimpinan Aswaja: Menunaikan Amar Ma'ruf dengan Uswah dan Tawashul Bil-Haqq
Dua Sayap Kepemimpinan Aswaja: Menunaikan Amar Ma'ruf dengan Uswah dan Tawashul Bil-Haqq
PACGPANSORGILIGENTING.ID – Seringkali kita memahami kata "pemimpin" sebagai sesuatu yang jauh di atas sana: seorang Presiden, seorang Direktur, seorang Kiai, atau seorang Ketua PAC. Kita lupa bahwa dalam Islam, lencana kepemimpinan itu disematkan di pundak setiap individu, sejak ia mengucap syahadat.
Ini adalah amanah personal yang ditegaskan langsung oleh Rasulullah SAW dalam Hadits-nya yang masyhur:
"كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ"
Artinya: "Setiap dari kalian adalah pemimpin (rā'in), dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban (mas'ūlun) atas apa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari & Muslim)
Hadits ini adalah tamparan keras bagi kita. Ia menegaskan bahwa setiap kita adalah pemimpin, minimal atas anggota tubuh dan hati kita sendiri.
Pertanyaannya, apa wujud pertanggungjawaban itu? Dalam Manhajul Fikr Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), tanggung jawab kepemimpinan ini dieksekusi melalui dua pilar agung: Amar Ma'ruf (mengajak kebaikan) dan Nahi Mungkar (mencegah keburukan).
Namun, eksekusi Amar Ma'ruf Nahi Mungkar ala Aswaja tidak bisa dilakukan serampangan. Ia membutuhkan dua sayap yang seimbang agar bisa terbang dengan sempurna: (1) Kekuatan Keteladanan, dan (2) Kewajiban Saling Mengingatkan.
Sayap Pertama: Fondasi Keteladanan (Uswah Hasanah)
Amar Ma'ruf yang paling efektif adalah amar ma'ruf bil-hal (mengajak dengan perbuatan/teladan). Ini adalah fondasi kepemimpinan.Bagaimana mungkin kita (sebagai pemimpin) bisa sukses mengajak orang sholat, jika kita sendiri lalai? Bagaimana mungkin kita berkoar-koar anti-korupsi, jika dalam rapat organisasi kita sendiri tidak transparan soal dana?
Allah SWT memberikan peringatan yang teramat keras bagi pemimpin yang gagal memberi teladan:
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ"
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Q.S. Ash-Shaff: 2-3)
Ayat ini adalah inti dari pertanggungjawaban kepemimpinan. Kiai-kiai sepuh kita di Nusantara berhasil mengislamkan jutaan orang bukan dengan pedang, tapi dengan akhlak dan keteladanan.
Sayap Kedua: Pilar Kolektif Saling Mengingatkan (Tawashul Bil-Haqq)
Namun, keteladanan pribadi saja tidak cukup. Manhaj Aswaja adalah manhaj jama'i (kolektif). Manusia adalah tempatnya lupa dan salah (al-insanu mahallul khatha' wan nisyan).
Di sinilah sayap kedua—kewajiban saling mengingatkan dalam kebaikan—menjadi wajib. Pemimpin yang baik tidak hanya memberi contoh, tapi juga menciptakan lingkungan di mana para anggotanya berani saling mengingatkan dalam kebenaran.
Inilah sumpah agung yang Allah SWT abadikan dalam Surah Al-'Asr, di mana Allah bersumpah bahwa seluruh manusia berada dalam kerugian, kecuali empat golongan, dua di antaranya adalah:
"...وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ"
Artinya: "...dan saling menasihati supaya menaati kebenaran (bil-haqq) dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran (bis-shobr)." (Q.S. Al-'Asr: 3)
Kata kunci "Tawashau" (saling menasihati) menunjukkan bahwa ini adalah tugas dua arah. Ini adalah tugas kolektif kita sebagai kader Ansor. Kita harus menjadi cermin bagi Sahabat kita; mengingatkan dengan hikmah saat ia lalai, dan menerima nasehat dengan lapang dada saat kita yang lalai. Amar Ma'ruf tanpa Tawashi (saling mengingatkan) akan menjadi kepemimpinan yang individualistis.
Perspektif Sains: "Neuron Cermin" dan Kekuatan Meniru
Ternyata, gagasan Aswaja tentang pentingnya sayap pertama (keteladanan) bukanlah sekadar nasehat moral. Ini adalah fakta ilmiah yang tertanam dalam biologi manusia.
Ilmu neurosains modern menemukan apa yang disebut "Mirror Neurons" (Neuron Cermin) di dalam otak kita.
Mirror neurons adalah sel-sel otak yang akan "menyala" (aktif) ketika kita melihat seseorang melakukan sebuah tindakan. Ajaibnya, neuron yang menyala itu persis sama dengan neuron yang akan menyala jika kita melakukan sendiri tindakan itu.
Apa artinya secara sederhana?
Manusia secara biologis "terkabel" untuk meniru. Ketika seorang kader junior (bawahan) melihat pemimpinnya datang rapat tepat waktu, mirror neurons di otaknya ikut "belajar" disiplin.
Sains membuktikan bahwa keteladanan itu menular. Ini adalah bukti aqli (rasional) bahwa amar ma'ruf bil-hal (dengan teladan) adalah fondasi dakwah yang paling efektif dan paling sesuai dengan fitrah manusia.
Kesimpulan: Keseimbangan Sang Pemimpin Aswaja
Hadits "Setiap kalian adalah pemimpin" adalah amanah yang berat. Pertanggungjawaban pertama kita di hadapan Allah kelak bukanlah: "Seberapa banyak orang yang kau paksa berubah?"
Tapi:
"Apakah dirimu sendiri sudah menjadi teladan (Uswah) atas kebaikan yang kau ajarkan?" (Tugas Individual)
"Dan apakah dirimu sudah saling mengingatkan (Tawashi) dengan Sahabatmu saat kalian sama-sama lalai?" (Tugas Kolektif)
Kepemimpinan Aswaja yang sejati adalah keseimbangan sempurna antara dua sayap ini: Memulai dari diri sendiri (Uswah), lalu melingkar untuk saling menjaga (Tawashi). Itulah amar ma'ruf nahi mungkar yang utuh.

Posting Komentar untuk "Dua Sayap Kepemimpinan Aswaja: Menunaikan Amar Ma'ruf dengan Uswah dan Tawashul Bil-Haqq"
Posting Komentar